Pendakian Gunung Prau PART 2
by
Hanifah Trya
- 7:46 PM
...Sesampainya di basecamp pendakian Gunung Prau, Patak Banteng, kami langsung berniat untuk mencari tempat penyewaan alat-alat. Beruntungnya kami bertemu dengan Mas atto, sambil menyewakan alat-alat gunung, sofi bertanya tempat untuk menaruh barang bawaan kami. Kemudian Mas Atto menawarkan untuk singgah di tempat tinggalnya, dan ternyata memang tempat tinggal Mas Atto digunakan oleh para pendaki untuk sekedar singgah atau menginap. Awalnya aku ragu, karena sifatku yang tidak mudah percaya kepada orang asing membuatku harus lebih waspada dari biasanya, apalagi kami sedang berada di kota yang tidak biasa kami tempati. Sampai dirumah Mas Atto, waktu menunjukkan pukul sekitar set 5 sore, kemudian kami langsung beristirahat sejenak, mencari makan, solat, lalu kami memulai untuk membongkar keril, menaruh barang2 yang tidak diperlukan untuk dibawa ke puncak.
Rencana awal kami adalah sore itu kami harus langsung mendaki, mengingat kami semua adalah perempuan, terlalu berbahaya untuk kami jika kami memaksakan untuk mendaki malem. Kami mengubah plan kami, berunding, mengingat matahari yang semakin tenggelam, apakah kami bisa mendaki dan menginap di puncak. Salah satu teman kami, Amel, sangat pesimis, tetapi aku yang pada saat itu sangat egois, sangat ingin bisa kepuncak (i mean, kita udah jauh2 dr jakarta, ya kali gak nginep ngeliat sunrise)
Dan kita akhirnya memutuskan sepakat untuk naik ke puncak setelah maghrib sambil mencari barengan dengan pendaki lain. Setelah maghrib aku dan sofi melakukan simaksi (pendaftaran) sambil bertanya dengan pendaki lain. Alhamdulillah-nya kami bertemu dengan 3 org lelaki dr Semarang, yaitu Yoga, Rheza dan Sukron (yang baru kita ketahui ternyata mereka lebih muda dari kita xD). Sofi langsung ngajak bareng untuk naik kepuncak. Saat itu kita langsung memberitahu Age dan Amel, dan kita langsung seneng bukan kepalang. Ya atleast ada yang ngejaga kita pas perjalanan.
Kita tidur terhitung sebentar banget karena jam 4 pagi udah dibangunin orang-oang buat liat sunrise. Pas keluar tenda, masya Allah kaya berdiri di depan blower, anginnya kenceng banget. Super dingin. Satu-satunya pengobat dingin adalah semburat garis warna oranye yang makin lama makin jelas. Subhanallah bagus banget. Orang-orang di tenda lain pun udah bangun semua dan sibuk mengabadikan momen langka yang tentunya gak bisa didapat di rumah masing-masing.
After all, the view was stunning, and the air was so fresh. The sunrise is absolutely beautiful, with a view of surrounding mountains. Even tough its quite crowded, but its really wonderful journey.
Walking through Patak Banteng route. Its not too extreme at first. But in the middle the road was too extreme. Naik gunung menurut gue, adalah waktu yang pas untuk memperbanyak dzikrullah. Selama nanjak kita kita bisa melafalkan "Allahu Akbar", as Nabi Muhammad SAW lakukan ketika menjumpai jalanan yang menanjak (HR. Bukhari ), atau بِسْÙ…ِ اللَّÙ‡ِ تَÙˆَÙƒَّÙ„ْتُ عَÙ„َÙ‰ اللَّÙ‡ِ لاَ ØَÙˆْÙ„َ Ùˆَلاَ Ù‚ُÙˆَّØ©َ Ø¥ِلاَّ بِاللَّÙ‡ِ
bisa memberikan semangat, karena kita ga akan kuat kalo Allah ga memberikan kekuatan-Nya untuk kita. Yakin Allah pasti akan memberikan kita kekuatan jadi bisa semangat mendaki :) , dan kalimat ini dapat melindungi kita dari gangguan Syaithon (Abi Dawud dan Tirmidzi).
bisa memberikan semangat, karena kita ga akan kuat kalo Allah ga memberikan kekuatan-Nya untuk kita. Yakin Allah pasti akan memberikan kita kekuatan jadi bisa semangat mendaki :) , dan kalimat ini dapat melindungi kita dari gangguan Syaithon (Abi Dawud dan Tirmidzi).
We started hiking at 8pm. We did reached the top about 4 hours. The path is quite steep.. but quite clear, so you will not get distracted. Around 12 o'clock, we arrive at the peak. Even tough its quite hard but worth it. At 12 o'clock you can't see anything, its probably really dark and cold, you need a flashlight to see but you still can enjoy sky full of stars before the sunrise come. On the mountain, the campground was full of hikers.
At first we were afraid that we cant have a place to build our tent, but fortunately we find it. We build our tent close too the daisies. But plz dont imagine for the beautiful daises. And don't imagine the comfort meadow. Its not good after all. The weather was too cold. Please bring your backup utilities for your night.
Ada suatu kejadian di malam hari di puncak Prau yang ngebuat gue jatuh sakit setelah turun gunung. Saat itu, in the middle of the night gue kerasa pengen pipis, kemudian gue bangunin sofi untuk temenin gue mencari tempat buang air kecil. Udara dingin menusuk tulang-tulang kami, kemudian kami sesegera mungkin bertanya kepada orang2 tempat buang air kecil. Mas-mas tersebut bilang "oh tempat buang air kecil disebelah sana, tenda warna orange, tapi jangan disenterin ya mba, nanti takut keliatan" so gue nurut dong yaa, gue gak membawa senter saat masuk kedalam, satu kata "GELAP". Akhirnya sebelah kaki gue terperosok jatuh kedalam lobang buatan tersebut. gue kira tempatnya cuma tempat kosong tanpa ada lobang. Ternyata itu lobang buatan yang dilapisi besi. SUMPAH SAKIT BANGET. Akhirnya gue bangun dan menahan rasa sakit dan nangis haha gue bilang ke sofi, gue gak tahan sakit banget. Seetelah di tenda, gue buka dan ngeliat di bagian paha dan betis gue yang luka memar ada sedikit koreng akibat jatuh kedalam lobang tersebut. Untungnya gue membawa beberapa perlengkapan P3k.
Selesai menikmati sunrise, kita santai-santai dulu. Foto-foto yang banyak, boboan di rumput sambil liatin gunung Sindoro, Sumbing dan Merapi yang keliatan dari puncak Prau terus bikin makanan sambil ngopi-ngopi. Satu persatu orang yang kemah mulai pamit turun, dan gak sadar tau-tau jam 11 siang. Kita buru-buru beresin kemah karena kita juga harus segera turun.
Akhirnya kita menuju basecamp rumahnya Mas Atto dan disitu gue tidur seharian, literally SEHARIAN! Gara2 jatoh itu kaki gue membiru, gue meriang, dan 3 kali mimisan setelahnya. Gunung Prau, sebagai gunung pertama gue lumayan menyimpan memori. Gimana kami yang bisa gabung dan klik sama 3 orang teman baru dalam waktu semalam aja. Gue juga jadi bisa ngerasain cerita teman-teman yang anak gunung gimana suasana naik gunung, saat ketemu sesama pendaki, saat kerjasama ngadepin track yang curam dan saat sampe di puncak. Capek? Banget. Kapok? Gak sama sekali.
Pengalaman turun Prau lewat Patak Banteng bisa dibilang sulit banget. Kayanya turun gunung di tanah licin lebih parah dari naiknya yah. Kalo pas naik malam kemarin, napas yang bermasalah. Kalo turunnya, kaki yang parah. Terlebih kaki aku yang baru aja jatoh, tambah sakit. Mungkin karena merosot-merosot itu, kaki jadi nahan beban tubuh plus mebawa carrier terus-terusan. Jadilah beberapa spot saya relakan badan saya untuk merosot daripada berdiri tapi nyungsep. Berkali-kali juga saya diam berdiri dan istirahat terus paha dan kaki gemeteran karena sakit.
Sudah menjelang pos 3 saya jalan sendiri karena saya kira anggota saya masih ada yg dibelakang, tapi ternyata saya ditinggal jauh. Sambil jalan sendiri gue liat2 pemandangan, gue emotional parah dan tidak terasa air mata gue mengalir. Sedih sih ditinggalin, rasanya pas disitu saya mau nyerah aja, karena berkali-kali gue jatuh merosot. banyak banget orang yang nawarin saya bantuan (lebih tepatnya sih cuma basa-basi) tapi saya bilang "gak apa2 mas" ya karena hal yang pertama itu, saya gak gampang percayaan orangnya. Sampai di pos 2, kaki saya makin sakit. Lalu saya bertanya kepada mas2 "Mas Pos 2 masih lama ya?" "Pos 2 udah lewat mba, mba kenapa?" Kemudian dia bertanya dan menawarkan gue bantuan (nah gatau kenapa yang ini gue percaya) baiknya lagi, DIA BAWAIN KERIL GUE. GILAK.
Sambil jalan, gue dikasih tongkat dan rada dibopong sama temen ceweknya untuk sampai kebawah. Salahnya gue disini adalah gue memakai running shoes, which is itu licin, makanya berkali2 gue merosot pas turun kebawah. Sampai dibawah gue ketemu Amel dan Age yang udah istirahat, dan gue emotional lagi (duh gue emang cengeng xD)
Special Thanks on that day to:
1. Rheza, sebagai pemimpin penunjuk jalan di malam hari yang ngedampingin gue dan teman2 yg lain,
2. Yoga, yang udah bawain bodypack gue dalam perjalanan nanjak,
3. Sukron, yang udah bantuin bawain matras gue pas talinya putus.
4. Mas dan mbak yang udah ngebantu gue pas turun dari puncak (i forgot their name, but whoever you are, i am really grateful to meet you)
1. Rheza, sebagai pemimpin penunjuk jalan di malam hari yang ngedampingin gue dan teman2 yg lain,
2. Yoga, yang udah bawain bodypack gue dalam perjalanan nanjak,
3. Sukron, yang udah bantuin bawain matras gue pas talinya putus.
4. Mas dan mbak yang udah ngebantu gue pas turun dari puncak (i forgot their name, but whoever you are, i am really grateful to meet you)
To be Continued,
Hani.