Daun yang Jatuh tidak pernah membenci Angin

by - 9:54 PM

Well, gue akan memberikan sedikit resensi tentang buku yang telah gue baca.

Waktu perjalanan menuju Bioskop 21 jumat lalu, saat gue mau nonton film Refrain bareng temen gue, kita ngobrol macem-macem, sampai pada akhirnya membicarakan buku yang satu ini.
Gue minta dia untuk nyeritain isi dari novel tersebut, yang ternyata dia ceritain semua. ngedenger cerita dia tentang buku itu gue tertarik untuk baca. Sampai pas pulang gue pinjem novel karya Tere Liye itu.

Awalnya gue bener-bener ga tertarik sama covernya.
yaa gue emang suka nge judge buku dari covernya.
Kalo ada istilah "Dont judge book by its the cover" mungkin itu ga ngaruh buat gue.
Mann... hal pertama yang orang lihat untuk membeli buku itu apa? pasti covernya bukan? kalo covernya aja dibuat terkesan ga niat gitu gimana banyak orang yang mau beli. Ini teori gue. yaa. hanya teori. Gue.

Tania.
Di usianya yang 11 tahun,dia harus hidup dengan segala keterbatasan. Ayah Tania sudah meninggal, dan Ibu yang menjadi tulang punggung keluarga juga sudah sakit-sakitan, untuk bisa terus bertahan hidup Tania dan adiknya, Dede, harus putus sekolah dan mulai mengamen. Tania dengan rambut panjang diikat selalu ditemani Dede untuk menyanyi di metromini ataupun di sudut jalan yang banyak orang lalu-lalang.

Suatu malam, saat Tania dan Dede mengamen di bus, tanpa sengaja paku payung menancap di kaki Tania yang tak mengenakan alas apa pun. Adiknya hanya meringis. Tania hanya bisa mencabut paku payung sambil menahan tangis. Saat itulah malaikat itu datang. Dia menolong Tania. Membersihkan lukanya. Dan memberikan uang sepuluh ribuan. Untuk beli obat merah, katanya.

Namanya Danar. Mereka berdua tahu namanya karena setelah hari itu, dia selalu menunggu mereka di bus kota. Mendatangi rumah mereka dengan keceriannya yang selalu mendatangkan semangat positif. Dan dua minggu setelah pertemuan tak disengaja itu, ia yang menyekolahkan Tania dan Dede. Saat itu keduanya masih SD. Tania berusia 11 tahun, Dede 6 tahun, dan Danar 25 tahun ketika mereka pertama bertemu.

Usiaku menjelang sebelas tahun. Adikku enam tahun. Dan dia dua puluh lima tahun. Aku cemburu. -Tania(page 40) 
Aku masih terlalu kecil untuk mengerti perasaanku sendiri. -Tania(page 43)

Danar sangat menyayangi Tania dan keluarganya. Tania dan Dede kembali disekolahkan, Ibu diberikan modal untuk berjualan kue, dan mereka pun tidak lagi tinggal di rumah kardus mereka, tapi pindah ke kontrakan yang membuat Dede lompat kegirangan.
Ketika mereka sudah mulai merasakan kehidupan yang layak, Ibu meninggal. Tania dan Dede tidak punya siapa-siapa lagi. Hanya Danar dan pacar Danar, Ratna, yang ada di samping mereka ketika penguburan Ibu. Ibu berpesan kepada Tania sebelum meninggal, Tania harus menjaga Dede, bekerja keras untuk hidup, tidak menangis sesulit apapun keadaan itu, daun yang jatuh tidak pernah membenci angin meski harus terenggut dari pohonnya.

Ketahuilah… daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya. –Danar(page 63)

Siapa sangka, Tania kecil bisa jatuh cinta pada pria dewasa yang bahkan berbeda empat belas tahun lebih tua darinya. Itulah sebabnya dia berusaha keras untuk menjadi wanita yang cantik dan cerdas agar bisa sepadan dengan malaikatnya, Danar. Waktu berjalan cepat dengan kemajuan yang cepat pula. Tania tumbuh menjadi perempuan dewasa yang hebat. Dia bersekolah di Singapura tepat setelah Ibunya meninggal. Saat itu, Danar sudah seperti keluarganya sendiri.

Tania tak pernah tahu bagaimana perasaan Danar terhadapnya. Di satu sisi Tania berpikir bahwa mungkin Danar hanya menganggapnya sebagai adiknya tapi di sisi lain Tania ingin Danar menjadi miliknya, menjadi suaminya. Tapi semua berubah saat Tania mendengar kabar bahwa Danar akan menikah dengan seorang perempuan bernama Ratna. Hatinya hancur.

Sekarang, ketika aku tahu dia boleh jadi tidak pernah menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah… Biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun… daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.

Waktu pun berlalu. Danar sudah membangun rumah tangganya dengan Ratna dan Tania pun tetap melanjutkan pendidikannya di Singapura. Saat Tania pulang ke Indonesia, ada suatu hal mengejutkan yang tak pernah ia tahu sebelumnya.

Novel ini tidak jauh beda dengan novel lainnya yang berkisah tentang cinta dan kehidupan.
Yang membedakan dari novel lain adalah alur novel ini. DI tiap chapter dari novel ini sebenarnya ingatan-ingatan Tania sejak dia masih kecil. Tania mengenang itu semua di toko buku yang selalu dia kunjungi bersama Danar dan Dede. Danar yang sangat menyayangi Tania dan Dede, Danar yang rela membagi separuh hidupnya dengan Tania dan Dede, Danar yang tersenyum bangga ketika Tania berhasil mendapatkan beasiswa untuk sekolah di Singapura, dan juga Danar yang memberikan liontin kepada Tania yang ternyata liontin Tania dan Danar memiliki makna khusus jika keduanya disandingkan.

Daun yang jatuh tidak pernah membenci angin.
Novel ini ingin menyampaikan bahwa tidak ada yang perlu disesali dalam hidup ini dan semua yang terjadi punya makna tersendiri. Cinta Tania ke Danar sejak rambutnya masih ikat dua, cinta Tania ke Danar ketika mereka bergandengan tangan ke toko buku kesukaannya, cinta Tania ke Danar meski harus mengetahui Danar akan menikahi Ratna.

Mungkin aku kurang suka sama Endingnya, karena pada akhirnya Danar tetep bersama sama si Ratna -_- Penuh kejutan di dalamnya, penuh makna, dan jika kalian jeli banyak sekali makna tersirat dalam novel ini. Tere Liye mampu menyajikan cerita cinta yang tidak biasa, cinta yang luar biasa dari Tania untuk Danar, dan kesabaran seorang Danar untuk menyimpan rahasia hatinya. Ah sudah! No more spoiler yak! HAHAH

Dan perlu diketahui juga, buku ini adalah kinyah nyata. Recommended!

You May Also Like

2 comment